Anak Terlibat Masalah di Sekolah, Ini 5 Cara Mengatasinya



Sahabat Ummi, saat anak belajar di sekolah tidak berarti sepi masalah. Sebagaian besar orang tua pernah menerima laporan dari anak atau dilaporkan pihak sekolah bahwa sedang terjadi masalah yang melibatkan anak. Mulai dari permasalahan sepele: pensil hilang, sampai yang paling gawat yaitu anak memukul temannya sampai berdarah.

Kejadian itu terjadi di sekolah, yang menurut asumsi kita adalah lingkungan paling aman dan terkendali. Menyalahkan guru, menuduh pihak sekolah lalai, atau bahkan menyalahkan anak merupakan tindakan gegabah. Sahabat Ummi, berikut ini lima langkah yang perlu kita lakukan saat anak sedang terlibat masalah di sekolah.

1. Kendalikan emosi, fokus pada anak

Mengendalikan emosi dan berpikir jernih akan mengurangi beban pikiran. Persoalan tidak bertambah runyam. Menyalahkan sekolah, menghakimi anak, menuduh guru lalai menjalankan tugas yang didorong oleh emosi berlebihan, justru menambah persoalan baru.

Fokus pada anak, bukan berarti kita membela dan membenarkan anak dan menyalahkan pihak lain. Kita kadang terlibat masalah dengan orang lain, demikian pula anak: menerima kenyataan bahwa gesekan pergaulan atau lingkungan belajar di sekolah tidak selalu steril dari persoalan. Jadi, kendalikan emosi kita.

2. Bekerja sama dengan sekolah

Alih-alih menyalahkan guru dan sekolah, kita datang saja ke sekolah, membuka pintu dialog dengan mereka. Wali kelas atau kepala bidang akademik atau kepala sekolah kita mohon menjelaskan apa yang terjadi. Apa yang disampaikan sekolah menjadi informasi berharga untuk melengkapi cerita versi anak. Hasil dari pertemuan itu adalah kesepakatan bersama tentang komitmen menerapkan layanan pendidikan yang memanusiakan anak.

3. Menjadi sahabat anak ketika di rumah

Saya kerap menyaksikan anak mogok setelah ia terlibat masalah di sekolah. Ternyata orang tua membawa persoalan itu sampai ke rumah. Anak menanggung rasa bersalah dan takut menatap lingkungan sekolah. Rasa terancam menghantui benaknya. Ia pun mogok sekolah. Apabila situasi ini tidak segera dipecahkan akan terjadi lingkaran setan. Anak menangis di depan pagar sekolah. Guru datang merayu. Orangtua mengancam. Anak makin mogok, makin keras menangis Ah, pemadangan yang mengiris hati.

Sahabat Ummi, sesudah tercapainya komitmen antara kita dan sekolah, hendaknya persoalan itu tidak terbawa sampai ke rumah. Yang terjadi di sekolah biarlah terjadi di sekolah. Di rumah kita kembali menjadi orangtua, sahabat, rekan anak. Menemaninya belajar, mengerjakan tugas sekolah, menjadi teman curhat yang menyenangkan. Afirmasi positif justru memperkuat anak kembali belajar esok hari di sekolah.

4. Menghargai setiap perubahan positif

Apa gunanya kita menjalin komitmen dengan sekolah kalau perubahan positif pada diri anak tidak dihargai. Inilah salah satu poin komitmen yang perlu ditegaskan antara kita dan sekolah. Kecenderungan melihat kekurangan anak digeser menjadi meneliti – bahkan menemukan potensi kelebihan anak. Satu kesalahan tidak lantas menghapus semua potensi kebaikan. Patut disayangkan apabila guru dan orangtua hanya piawai menemukan kesalahan anak.

Anak pasti akan berhadapan dengan kesalahan, masalah, atau kendala saat di sekolah. Namun, semua itu merupakan rangkaian proses yang harus dijalaninya. Di tengah kendala itu anak sedang belajar menemukan dirinya. Jadi, marilah tidak bosan memberi afirmasi positif atas setiap kebaikan – sekecil apapun kebaikan itu.

5.Bertabayun ketika anak menyampaikan cerita buruk tentang guru

Sahabat Ummi, kadang persoalan di sekolah diawali oleh sikap orangtua yang menelan mentah-mentah informasi anak. Cerita tentang sikap guru yang buruk saat mengajar, kamar mandi yang kotor, hukuman fisik yang diterima anak teramat mudah menyulut nafsu kita mengkritik sekolah. Jangan mudah termakan cerita anak. Mohon tidak gebyah uyah, menggeneralisir semua guru bersikap buruk. Bertabayun dengan guru dan sekolah adalah langkah bijak.

Memperoleh informasi yang jernih, adil, dan tidak bertendensi saling menyalahkan adalah buah dari bertabayun. Kita akan memahami dan mengempati tugas guru. Mereka bukan hanya mengajar. Peran sebagai pendidik – di tengah tugas administratif yang menumpuk dan seolah tidak pernah ada habisnya – menguras tenaga dan pikiran. Sebuah sikap yang ceroboh apabila kita berpikir telah membayar mahal sehingga anak kita harus dilayani dengan optimal.

Guru dan pihak sekolah memerlukan dukungan dari orangtua. Kritik dan saran yang kita sampaikan pada sekolah dengan cara santun, bukan saja bermanfaat bagi sekolah, tapi juga menciptakan jalinan silaturahim yang indah.

Referesi: dari berbagai sumber

Foto ilustrasi: google

Subscribe to receive free email updates: